Sederhanakan Aturan Penataan Lahan Pangan, Melalui Sidang Paripurna Dewan Usulkan Perda LP2B Dilebur Masuk Perda RTRW
SIDOARJO (liputansidoarjo.com)- Mlalui rapat paripurna DPRD Sidoarjo, Pemahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) diputuskan untuk ditunda.
Namun pada paripurna itu, masih memberi kesempatan Pansus untuk menggelar rapat, kemudian melaporkan pada rapat paripurna selanjutnya.
Ada beberapa pertimbangan yang menyebabkan Pembahasan Raperda LP2B ini harus mendek di tengah jalan.
Ketua Pansus Raperda LP2B Deny Haryanto saat membacakan masukan dari fraksi-fraksi menyatakan, pembentukan raperda itu bukan hanya sebagai formalitas semata, namun harus melihat sisi Undang-Undang yang lebih tinggi, juga harus menjadi sumber pembentukan perda.
Pihaknya juga mengapresiasi usulan Komisi B terkait raperda LP2B, karena materi Perda tersebut telah sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011.
“Di dalamnya juga menjelaskan bahwa pembentukan perda didasarkan pada pembagian urusan alternatif Pemprov dan Pemkab sesuai dengan UU nomor 23 Tahun 2014.
Dimana LP2B termasuk dalam urusan Pemkab,” ujar Deni.
Lebih lanjut, Deny menyampaikan bahwa penjabaran peraturan Undang-Undang yang lebih tinggi harus menjadi sumber pembentukan perda. Seperti yang diacu oleh UU nomor 41 Tahun 2009.
Dia juga menilai bahwa paradigma perlindungan LP2B tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sesuai dengan Pasal 18a UU nomor 41 Tahun 2009.
Politikus PKS itu menjelaskan, RTRW pedesaan merupakan bagian dari RTRW Kabupaten yang disusun sebagai instrumen pemanfaatan ruang.
Di dalamya dapat membentuk kawasan agropolitan yang termasuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
“KP2B merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RTRW, karena merupakan wilayah pedesaan yang memiliki kegiatan utama pertanian,” ujarnya.
Bahkan menurut dia, RTRW juga memiliki peran penting dalam penentuan kawasan pedesaan. Baik sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Setelah Bapemperda melakukan konsultasi dengan Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN pada 27 Maret lalu, rekomendasinya menyebutkan bahwa pembahasan Raperda LP2B sebaiknya tidak dilanjutkan.
“Karena tidak dapat menjadi acuan dalam penetapan Raperda RTRW,” imbuhnya.
Deny menyadari bahwa dalam rangka KP2B, lahan merupakan sumber daya pokok dalam bidang pertanian. Bukan hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga sosial.
Oleh karena itu, perlindungan lahan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani serta masyarakat harus menjadi prioritas.
Dia menegaskan bahwa Raperda LP2B harus dibentuk dengan memperhatikan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak menimbulkan potensi disharmoni.
Dalam kesimpulannya, fraksi-fraksi menyarankan agar tahapan pembentukan Raperda LP2B tidak dilanjutkan karena tidak sinkron dengan undang-undang yang berlaku.
Sementara itu Deni yang juga ketua Fraksi PKS DPRD Sidoarjo menyatakan, setelah mengkaji dan melakukan pembahasan terhadap Pendapat
Bupati atas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang Fraksi PKS juga menilai adanya UU No 6/2023 tentang Cipta Kerja merupakan omnibus law terhadap UU 41/2009 yang memberikan penegasan yang mendasar bahwa LP2B adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari RTRW Kabupaten.
Kemudian dipertegas dalam Pasal 23 ayat
(3) bahwa Penetapan KP2B kabupaten/kota diatur dalam
Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kabupaten. Selain itu UU 6/2023 mengatur bahwa Kawasan
perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi Kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Lebih lanjut Deni memaparkan, hal itu juga diatur bahwa penataan ruang Kawasan pedesaan diarahkan untuk salah satunya adalah pertahanan Kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan.
Sehingga Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten yang dapat disusun sebagai instrumen pemanfaatan ruang untuk mengoptimalkan kegiatan pertanian yang dapat berbentuk Kawasan Agropolitan.
Jika disemiotikakan adalah sebagai berikut:
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan
KP2B
LP2B
Awal Pembentukan Pansus Raperda LP2B
Menilik ke belakang, salah satu rancangan peraturan daerah (raperda) yang akan dibentuk tahun ini memang adalah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Pembentukan Perda ini, disebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri atau perumahan terjadi hampir di semua wilayah di Sidoarjo.
Padahal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sangat penting untuk menyokong kedaulatan pangan. Baik untuk memenuhi kebutuhan di wilayah sendiri maupun dijual.
Sebagai langkah awal, dibentuk Pansus yang beranggotakan 15 orang yang kemudian menunjuk Adhy Samsetyo dari F-PAN sebagai Ketua Pansus dan Deny Haryanto dari F-PKS sebagai Wakil Ketua.
Adapun anggota pansus yang lain merupakan perwakilan dari sejumlah fraksi diantaranya yaitu Ahmad Muzayyin, Mimik Idayana, Tarkit Erdianto, Thoriqul Huda dan Nur Hendriyati Ningsih.
Dalam pelaksanaannya, Pansus XVI diberikan masa tugas maksimal paling lambat pada 15 Februari 2024 mendatang.
Arief Bachtiar anggota komisi B yang juga juru bicara Pansus sebagai pengusul Raperda inisiarif ini mengatakan, adanya alih fungsi lahan pertanian bisa menyebabkan penurunan produksi.
Menurut dia, penurunan produksi yang diakibatkan alih fungsi lahan bersifat permanen dan sulit diperbaiki.
Sehingga berkurangnya luasan lahan dapat menganggu stabilitas ketahanan pangan.
”Mengingat dampak yg ditimbulkan, perlu upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian,” katanya.
Hal itu juga menurut Arif, perlu didukung undang-undang yang menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup.
Sehingga mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian secara tidak terkendali.
Serta menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia.
Politisi Golkar ini menyebutkan, pembentukan perda tentang LP2B akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat.
Seperti pemilik lahan yang tidak bisa memanfaatkan lahan hak miliknya secara leluasa di luar ketentuan.
”Secara hukum, pemilik lahan harus mengalokasikan lahannya sebagai LP2B,” ujarnya.
Selain itu, tanah hak milik tidak dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memperoleh nilai ekonomi yang setinggi-tingginya.
Bahkan bisa timbul komplain atau tuntutan kepada pemerintah atas dibatasinya hak-hak atas tanah hak milik masyarakat.
”Hal ini merupakan konsekuensi logis dari hilangnya hak masyarakat dari mengelola lahan miliknya sendiri,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan, Kabupaten Sidoarjo sebenarnya telah menetapkan struktur dan pola ruang wilayahnya yang dituangkan dalam Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kendati demikian, dalam Perda tersebut belum diatur secara eksplisit tentang lahan pertanian berkelanjutan.
Dengan adanya penyusunan Raperda itu, diharapkan dapat membawa implikasi terhadap peningkatan kehidupan masyarakat, terlebih dapat ikut meningkatkan keuangan daerah.
Namun begitu, ada catatan menarik dari pembentukan Raperda LP2B ini, yang ternyata dinilai sedikit tidak sesuai dengan UU No 41 tahun 2009 tentang LP2B.
Dalam bab XII ketentuan peralihan pasal 75 ayat (1) disebutkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disesuaikan paling lama dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Sedangkan ayat 2 menyebutkan Pada saat Undang-Undang ini berlaku, sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sudah ditetapkan, penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 dilakukan oleh bupati/walikota sampai diadakan perubahan atas Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Jika melihat pasal ini dan fakta Pansus RTRW Sidoarjo yang sekarang tidak berjalan malah didahului dengan Pansus inisiatif LP2B, Heri Susanto Kepala Bapedda Sidoarjo menyebutnya sebagai tumpang tindih aturan.
Menurutnya, DPRD Sidoarjo mestinya melanjutkan kembali Pansus RTWR untuk menata lahan di Sidoarjo yang saat ini banyak tumpang tindih peruntukannya, bukan malah membuat Pansus baru berlabel Pansus LP2B.
Kalaupun ingin fokus dalam pembahasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka tinggal mengintegrasikan pembahasannya di Pansus RTRW yang membuat perubahan Perda RTRW.
“Pansus perubahan RTRW DPRD Sidoarjo sampai saat ini belum selesai dan mendeg belum ada kelanjutan. Karenanya agar tidak terjadi double kerja yang dilakukan wakil rakyat, mestinya dijadikan satu pansus yakni RTRW,” ujarnya.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor juga mengatakan, penetapan KP2B merupakan bagian dari penetapan tata ruang kawasan pedesaan dalam RTRW. Ahli fungsi KP2B pun juga harus memenuhi beberapa kriteria. Seperti memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu.
Selain itu juga lahan menghasilkan bahan pangan pokok dengan tingkat produksi yang memenuhi kebutuhan pangan. Baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Atas pertimbangan tersebut, pihaknya meminta agar raperda LP2B ditinjau kembali.
“Agar memprioritaskan penyusunan RTRW sebagai rumah besar perencanaan pembangunan daerah 20 tahun ke depan,” ujarnya.
Sebelumnya, pembentukan raperda LP2B dilakukan untuk mempertahankan areal pertanian dari ancaman alih fungsi lahan. Sebab lahan pertanian harus dilindungi sebagai wujud komitmen dalam program ketahanan pangan.
Dan pada perjalanannya, Raperda ini akhirnya diputuskan untuk ditunda dan dikaji ulang, dan dimasukkan point pembahasannya pada Raperda RT/RW. (adv/abidin)
Average Rating