Urai Persoalan Hak Tanah Warga Sawotratap & Cemengkalan, Komisi A Kumpulkan Data Dan Panggil OPD Terkait

Read Time:9 Minute, 52 Second

SIDOARJO (liputansidoarjo.com)-Belakangan ini, komisi A DPRD Sidoarjo kerap mendapatkan pengaduan masyarakat Sidoarjo terkait hak tanah yang belum jelas kepastiannya.

Sebagai komisi yang membidangi tata pemerintahan, perijinan dan bermitra dengan Badan Pertanahan Nasional, tentu saja pengaduan ini mendapatkan respon prioritas dari komisi A.

Dari berbagai persoalan pengaduan hak atas tanah warga itu, persoalan dari warga Desa Sawotratap tepatnya warga Perum Harapan Baru RW 08, serta persoalan penguasaan lahan warga Cemengkalan oleh Aset Pemkab Sidoarjo, mendapatkan atensi cukup besar dari komisi A.

Untuk persoalan warga Perum Harapan Baru Sawotratap, belum adanya kepastian pengurusan sertifikat rumah dari BPN Sidoarjo meskipun sudah mendapatkan kepastian hukum dari Mahkamah Agung, mendorong warga RW 08 Perum Harapan Baru Sawotratap Kecamatan Gedangan, mengadukan masalah tersebut ke Komisi A DPRD Sidoarjo, Selasa (24/10/2023).

Dalam hearing yang digelar diruang pertemuan komisi, puluhan warga Sawotratap yang merupakan generasi kedua sejak pertama kali para orang tua menempati lahan Perum Harapan Baru pada tahun 1973 lalu ini, membeberkan bagaimana susahnya mendapat pengakuan secara hukum hak milik atas tanah dan rumah mereka.

Menurut Aris Suwondo ketua panitia penyelesaian masalah pertanahan (P2MP) RW 08 Harapan Baru Desa Sawotratap, perumahan yang ditempati warga ini, sudah ditempati oleh orang tua mereka sejak tahun 1973, ketika masih aktif menjadi anggota TNI AL dan sebagian PNS TNI AL.

Penempatan di perumahan harapan baru itu, sesuai dengan ijin persetujuan membeli tanah atau bangunan sebanyak 190 unit dari Komandan Pangkalan TNI AL V/ Surabaya atau dulu disebut Daeral 4 dan Yayasan sosial Bhumyamca.

“Pembelain rumah ini menggunakan sistem angsuran potong gaji langsung melalui Disku Daeral 4 selama 10 tahun. Dengan angsuran pertama dimulai pada tahun 1974 yang dituangkan dalam perjanjian jual beli antara pembeli dengan yayasan dan disahkan oleh Lantamal V,” ujar Aris.

Selanjutnya mulai muncul pesoalan pada tahun 1995, ketika Depertemen Pertahanan dan keamanan cq TNI Al mendaftarkan tanah dan rumah warga rw 08 ini, ke dalam sertifikat hak pakai nomor 5 / Desa Sawotratap.

“Inilah yang menyebabkan warga cemas dan gelisah, karena sudah menunggu lama tidak bisa mendapatkan sertifikat,” ujar Aris lagi.

Pada tahun 2002, terbit surat dari Pangarmatim yang ditujukan
kepada Danlantamal V, yang intinya TNI AL mengakui bahwa status tanah dan bangunan sudah tercatat milik warga.

Tahun 2004, diadakan dengar pendapat antara warga dengan DPRD Sidoarjo dan DPR RI dan muncul rekomendasi agar perumahan harapan baru dihapus sebagai aset Dephankam.

Tanggal 18 Oktober 2011 dilakukan gelar perkara di kantor BPN RI yanh dihadiri utusan BPN RI,Kementrian Pertahanan, kementrian keuangan, utusan panglima TNI, yang intinya tidak berani melepas IKN tersebut tanpa keputusan pengadilan.

“Dari hasil ini akhirnya warga melakukan gugatan class action ke PN Sidoarjo dan menang, dilanjut sidang banding hingga proses tahun 2014 dan warga menang lagi. Sampai turun putusan Mahkamah Agung tahun 2016 yang kembali memenangkan warga hingga tahun 2020 warga meminta eksekusi ke PN,” tambah Indra Gunawan ketua RW 08.

Dari hearing ini, Komisi A DPRD Kabupaten Sidoarjo menyetujui dan segera meminta Badan Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, untuk segera melakukan pemecahan hak pakai nomor 5/Desa Sawo Tratap atas nama Departemen Pertahanan dan Keamanan c.q TNI AL.

Dan juga menerbitkan sertifikat hak milik sebanyak 190 bagi warga Perumahan Harapan Baru RT 01 sampai RT 06 RW 08 Kelurahan Sawo Tratap Kecamatan Gedangan Sidoarjo.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sidoarjo Dhamroni Chudlori menegaskan DPRD Kabupaten Sidoarjo akan mengeluarkan rekomendasi bagi BPN Kabupaten Sidoarjo untuk melaksanakan hasil putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo no 18/Pdt.G/2012/PN.Sda dikarenakan Menteri Pertahanan Cq. Panglima TNI belum juga mengajukan proses pemecahan Hak Pakai no 3 Desa Sawotratap kepada BPN Sidoarjo dari luas sebagian untuk diterbitkan atas hak bagi penghuni sebanyak 190 KK/kapling tanah.

“Dengan memakai keputusan pengadilan negeri Sidoarjo yang sudah inkrah maka kami merekomendasikan kepada BPN Sidoarjo ubtuk segera menerbitkan SHM bagi para warga, ” tegas Dhamroni pada saat memimpin Hearing Komisi A dengan warga Perumahan Harapan Baru juga perwakilan dari BPN Sidoarjo di Kantor DPRD Kabupaten Sidoarjo, selasa (24/10/2023).

Dhamroni menegaskan bahwa keputusan dan rekomendasi ini, bukan atas nama Komisi A melainkan atas nama lembaga atau institusi DPRD Kabupaten Sidoarjo yang akan ditandatangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo.

Sementara itu, anggota Komisi A Warih Andono menegaskan bahwa berdasarkan putusan pengadilan maka BPN harus memecah SHP tersebut untuk dijadikan SHM bagi warga. 

“Itu hak-nya warga apalagi mereka sudah melunasi pembelian rumah dan tanah tersebut sejak tahun 1983 lalu. Kasihan warga kalau hak nya tidak diberikan apalagi saat ini sudah banyak yang generasi kedua karena pembeli atau orang tua warga sudah meninggal, ” ujarnya.

Senada dengan Damroni dan Warih, H.Haris wakil ketua komisi A dari PAN untuk Dapil Sidoarjo 6 (Waru-Gedangan) juga meminta warga tetap semangat berjuang dan teguh untuk memdapatkan haknya.

“Akan kita bantu hingga selesai masalah ini. Karena bagaimanapun juga warga sudah membeli rumah tersebut,” tutup Haris.

Sebelumnya, Ketua RW 08 Sawo tratap, Indra Gunawan menjelaskan bahwa di RW 08 sudah dibentuk Panitia Penyelesaian Masalah Pertanahan (P2MP) RW 08 dengan ketua Aris Suwondo.

Hearing ini juga diikuti Sanuri Kepala Desa Sawotratap dan Ineke Camat Gedangan, serta dari BPN Sidoarjo

Selanjutnya, komisi A juga mengurai persoalan warga Cemengkalan, yang berjuang untuk mengembalikan status tanah mereka dari klaim sepihak sebagai Tanah Kas Desa /Kelurahan oleh Kelurahan Cemengkalan Kecamatan Sidoarjo.

Bahkan persoalan ini, mendapat perhatian langsung dari Samsul Hadi S.Ag, anggota komisi A DPRD Sidoarjo dari Dapil Sidoarjo 1 (Sidoarjo-Buduran-Sedati).

Untuk menyerap aspirasi dan mengetahui akar persoalan di lapangan, Samsul Hadi berinisiatif untuk melakukan dialog dengan warga pemilik tanah gogol, untuk bisa mencarikan solusi terbaik.

“Kita ingin mendapat informasi langsung dari warga Camengkalan terkait status kepemilikan lahan yang diklaim sebagai TKD ini. Dan kebetulan kita bisa berdialog dengan warga pemilik gogol salah satunya pak Khoiron” ujar Samsul Hadi.

Politisi PKB ini juga menyatakan, sebelumnya warga Cemengkalan ini pernah mendatangi gedung dewan untuk menyampaikan aspirasinya.

Namun karena waktunya berbarengan dengan pembahasan KUA PPAS 2024, maka tidak bisa bertemu dengan komisi A.

“Kita tidak ingin dinilai mengabaikan persoalan warga karena belum bisa menemui mereka saat melaporkan persoalan ke dewan. Karenanya hari ini, saya turun ke bawah untuk bisa mengetahui persoalan mereka secara pasti,” jelas Samsul.

Dari data yang ada, ada sekitar 75 warga yang memiliki tanah Gogol di Cemengkalang, Kecamatan Sidoarjo, yang mengeluhkan pengklaiman tanah seluas 1,2 Hektar yang diduga menjadi Aset Tanah Kas Daerah (TKD) oleh Kelurahan Cemengkalan Kabupaten Sidoarjo.

Melly Martine ahli waris petani yang juga koordinator warga, mengatakan dirinya bersama puluhan warga tersebut melaporkan persoalan pengklaiman tanah gogol menjadi TKD ini ke Polda Jatim pada 31 Januari 2023.

“Warga Gogol pun tidak pernah mengalihkan haknya ke desa/kelurahan sehingga permasalahan ini belum ada titik temu.

Untuk saat ini dari pihak kelurahan mengklaim menjadi tanah TKD, namun secara faktanya, itu tanah kami, dan kita pegang betul surat-suratnya yang asli dan lengkap,” ujar Melly.

Hingga saat ini, pihak Kelurahan Cemengkalang, diduga belum melakukan mediasi dalam permasalahan ini ke warga yang memiliki tanah Gogol tersebut

Selanjutnya, untuk lebih jelas mengetahui persoalan ini, 75 warga Desa Cemengkalan mengikuti
haering bersama yang digelar komisi A DPRD Sidoarjo bersama bagian aset Pemkab Sidoarjo dan warga pada Selasa (24/10/2023).

Dalam hearing itu, diketahui tanah seluas 1.2 H itu ternyata memang tercatat sebagai lahan pinjam untuk kas saat masih berstatus Desa Cemengkalan.

Karenanya sebagai upaya memperlancar proses pengembalian lahan milik warga itu, Samsul Hadi anggota komisi A DPRD dari PKB untuk Dapil Sidoarjo 1 (Sidoarjo-Buduran-Sedati) siap mengawal persoalan ini hingga selesai.

“Dari uraian persoalan warga pada hearing tadi, memang tanah warga ini tidak pernah dijual apalagi diberikan untuk kelurahan Cemengkalan. Karenanya kesimpulan hearing tadi meminta bagian aset untuk berkordinasi denhan Pj Sekda segera menuntaskan proses pengembalian tanah milil warga Cemengkalan itu,” ujar Samsul Hadi yang turut Hearing dari awal sampai akhir.

Sementara itu, Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) tak bisa serta merta menindaklanjuti rekomendasi dari Komisi A DPRD Sidoarjo untuk mengembalikan lahan pertanian di Kelurahan Cemengkalang Kecamatan Sidoarjo kepada 75 petani gogol.

Pasalnya aset tersebut sudah masuk di pembukuan neraca Pemkab Sidoarjo sejak diserahkan pada tahun 2010 lalu serta tercatat di Kartu Inventaris Barang (KIB) dengan nomor 1.3.1.01.02.01.005 dan telah tersurat dalam Peraturan daerah (Perda). 

“Ya tidak bisa langsung dilepas begitu saja. Orang-orang Gogol itu tidak bisa mengklaim tanah itu sebagai aset miliknya. Mereka harus bisa membuktikan dulu bukti kepemilikan yang sah baru bisa kami kembalikan,” jelas Kepala BPKAD Sidoarjo, Chusnul Inayah saat dihubungi melalui selulernya, Sabtu (28/10/2023) tadi pagi

Namun tambahnya, hingga saat ini warga Gogol tersebut tidak bisa membuktikan hak kepemilikan aset itu sejak mereka menggugat pada 2015 lalu. “Saya tidak tahu siapa yang menetapkan legalitas  kepemilikan aset seperti itu, namun  selama ini yang kami tahu, lembaga Peradilan yang mempunyai kewenangan terkait hal tersebut,” imbuhnya. 

Inayah juga menegaskan pelepasan aset yang sudah tercatat di neraca pembukuan Pemkab hanya bisa dilakukan atas dasar perundangan-undangan yang berlaku sehingga tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun KPK. 

“Karena aset di Cemengkalang ini sudah menjadi catatan KPK sebagai aset yang bermasalah. Jadi kalau kami melepaskan tanpa bukti-bukti yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan maka KPK tinggal comot saja,” tandasnya.

Terkait klaim warga gogol yang mengaku tidak pernah menyerahkan lahan tersebut sebagai aset Pemkab di forum Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi A DPRD Sidoarjo beberapa waktu lalu, Inayah menuturkan status tanah tersebut adalah lahan gogol gilir. 

Artinya lahan tersebut adalah tanah negara,  sehingga tidak perlu ada penyerahan dari warga ke Pemkab Sidoarjo karena statusnya tercatat sebagai tanah kas desa (TKD). 

“Pada saat perubahan dari desa menjadi kelurahan di tahun 2003, secara otomatis kan menjadi tanah eks TKD. Karena itu pihak kelurahan membuat surat permohonan pada bidang aset waktu itu untuk mencatatkan lahan tersebut menjadi aset Pemkab, penggunanya adalah pihak Kecamatan setempat,” tuturnya. 

Menyikapi pernyataan Kepala BPKAD Sidoarjo, Chusnul Inayah, terkait status tanah gogol gilir, masyarakat Gogol Cemengkalang menyuarakan kebingungannya.

Chusnul Inayah menjelaskan bahwa lahan tersebut adalah tanah negara, yang juga dikenal sebagai tanah kas desa (TKD), dan oleh karena itu tidak memerlukan penyerahan dari warga kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.

Menurut pengetahuan masyarakat, lahan gogol gilir adalah hak adat komunal dan didokumentasikan dalam buku Letter C desa.

Namun, setelah campur tangan pemerintah, terutama melalui Surat Keputusan (SK) Bupati/Gubernur yang mengatur pertimbangan landreform persil, status lahan tersebut berubah menjadi gogol tetap atau tanah negara. Hal ini tidak lagi didasarkan pada buku Letter C desa, melainkan pada SK kepala daerah.

Sementara itu, dalam konteks Tanah Negara yang dikuasai langsung oleh negara, masyarakat mengetahui bahwa negara hadir hanya untuk mengatur pemberian hak atas tanah melalui proses permohonan hak, dan prioritas diberikan kepada bekas pemegang hak sesuai dengan alas haknya.

Ini berarti tanah tersebut tidak serta merta menjadi milik Pemerintah Daerah tanpa riwayat yang jelas.

Warga Gogol Cemengkalang merasa bingung mengenai penyerahan tanah yang konon telah terjadi.

Mereka bertanya siapa yang menyerahkan tanah tersebut dan apakah penerimaannya sesuai dengan ketentuan syarat-syarat pendaftaran aset daerah.

Mereka juga ingin mengetahui bagaimana perolehan aset lahan sebesar 1,2 hektar itu, apakah melalui hibah atau pembelian dengan nominal berapa. Dokumen-dokumen terkait serta panitia pembebasan tanah juga menjadi perhatian masyarakat.

Masyarakat Gogol Cemengkalang menyatakan bahwa mereka belum pernah menerima uang ganti rugi terkait dengan lahan tersebut, dan mereka merasa bahwa tanah tersebut masih dalam penguasaan mereka untuk berkebun. Mereka berpendapat bahwa pemilik sah atas lahan ini adalah warga

Dalam konteks ini, masyarakat Gogol Cemengkalang berharap Pemerintah Kabupaten, khususnya Bupati Sidoarjo, dapat menjembatani permasalahan ini dengan baik dan tidak menjadikannya rumit.

Mereka menyarankan agar pihak-pihak yang terkait diundang untuk membahas masalah ini dan mencari solusi yang adil.

Masyarakat mengingatkan bahwa mereka telah lama meminjamkan lahan ini ke desa sebelum menjadi kelurahan Cemengkalang untuk digunakan dalam operasional pemerintahan desa pada saat itu.

Masyarakat berharap agar hak-hak mereka sebagai pemegang hak atas tanah ini dapat diakui dan dilindungi.

Mereka tidak memiliki niatan untuk menggugat, namun mereka ingin memastikan bahwa keadilan tetap ditegakkan dan bahwa bukti kepemilikan lahan mereka diakui. (Adv/Abidin)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *