Sidoarjo Dapat Untung Milyaran Dari Deposito Di Bank, Tapi Pembangunan Belum Maksimal
SIDOARJO (liputansidoarjo.com)-
Laporan realisasi anggaran 2024 Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, menunjukkan lebih dari Rp 900 miliar dana daerah sempat didepositokan di sejumlah bank milik negara.

Imbal hasilnya memang menggiurkan pendapatan bunga mencapai Rp14,28 miliar, melampaui target anggaran sebesar Rp9,18 miliar.
Peneliti tata kelola keuangan daerah dari Institute for Public Budgeting (IPB), Dr. Arif Rahmanto, menilai praktik deposito kas daerah mencerminkan wajah lama birokrasi keuangan lamban, berhitung terlalu hati-hati, tapi miskin eksekusi.
“Ini bukan soal pintar mencari bunga, tapi soal salah prioritas. Ketika dana publik didepositokan, artinya ada anggaran yang seharusnya bisa bekerja untuk rakyat, tapi justru mengendap di bank,” ujar Arif seperti dilansir RRi.
Dari laporan keuangan BPKAD Sidoarjo, penempatan terbesar berada di Bank Jatim, masing-masing senilai Rp 50 miliar per deposito.
Beberapa diantaranya memberikan bunga di atas Rp1,3 miliar per periode, menandakan penempatan jangka menengah dengan hasil tinggi.
Namun di luar lembar neraca, publik tak melihat perubahan berarti di lapangan.
Serapan fisik proyek masih rendah, infrastruktur jalan lingkungan belum tersentuh, sementara realisasi belanja publik tertinggal dari target.
“Selama kepala daerah masih menganggap saldo besar di kas daerah sebagai prestasi, bukan kegagalan serapan, maka uang publik akan terus berputar di bank, bukan di pasar,” ujarnya.
Sementara itu beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan memotong alokasi dana transfer daerah (DAU dan DAK) bagi pemda yang masih menaruh APBD dalam bentuk deposito tanpa alasan yang jelas.
“Jangan jadikan APBD sebagai tabungan. Uang rakyat harus berputar untuk kesejahteraan, bukan menghasilkan bunga untuk kas daerah,” ucap Purbaya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara itu, hingga triwulan IV tahun 2025, data Kementerian Keuangan menunjukkan lebih dari Rp200 triliun dana kas daerah masih parkir di perbankan.
Sebagian besar menganggur menunggu “waktu aman” untuk dibelanjakan sebuah alasan klasik yang berulang tiap tahun anggaran.
Kini, publik menatap Sidoarjo dengan satu harapan sederhana: uang rakyat seharusnya kembali ke rakyat. Bukan menjadi angka di rekening deposito, bukan pula menjadi catatan indah di laporan keuangan.
Sebab di atas kertas, Sidoarjo memang untung, tapi di lapangan, rakyat masih menunggu kesejahteraan yang belum terealisasi. (Abidin)

Average Rating