
Cermati Pengembalian Dana Kapitasi, Komisi D Panggil BPJS, Dinkes Dan Puskesmas SE Sidoarjo
SIDOARJO (liputansidoarjo.com)-
Komisi D DPRD Sidoarjo, menggelar hearing bersama beberapa OPD terkait, untuk menyikapi terjadinya error data pengembalian dana kapitasi, setelah adanya temuan BPK terkait kelebihan bayar yang diterima 26 Puskesmas SE Kabupaten Sidoarjo.

Hearing yang dipimpin H.Damroni Chudlori ketua komisi D dan diikuti beberapa anggota komisi D ini, menghadirkan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dispendukcapil serta BPJS Cabang Sidoarjo.
Dalam dengar pendapat yang digelar di ruang pertemuan komisi lantai dua ini, diketahui 26 Puskesmas yang ada di Sidoarjo, pada bulan September 2024 lalu, diminta untuk mengembalikan dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan senilai Rp 995 juta atau hampir Rp 1 miliar.
“Dana kapitasi itu dibayar, untuk peserta BPJS Kesehatan yang dianggap sudah meninggal, namun faktanya, ada beberapa Puskesmas yang sudah mengembalikan dana, terdapat kesalahan data pasien,” ujar ketua komisi D dalam hearing.

Menurut Damroni, dari kesalahan data tersebur, pihaknya sangat perlu meminta 26 Puskesmas yang ada, untuk kembali mengecek data pasien yang dianggap kurang sesuai.
Karena ternyata, data pasien yang disampaikan, terdapat kesalahan seperti pasien yang dianggap meninggal, ternyata masih hidup, juga sudah pindah dan data ganda.
“Seperti terjadi di Puskesmas Krembung, ternyata peserta BPJS yang dianggap meninggal, masih hidup. Padahal dana kapitasi nya sudah terlanjur dikembalikan ke BPJS,” tutur Damroni.
Sampai saat ini, Jumlah Puskesmas yang sudah tuntas mengembalikan dana kapitasi sebanyak 13 Puskesmas.
Sehingga masih ada 13 Puskesmas lagi yang diminta untuk segera menuntaskan pengembalian kelebihan dana kapitasi itu.
Setelah puskesmas mengembalikan anggaran sebesar hampir Rp 1 miliar itu, BPJS Kesehatan bakal mengembalikan uang itu ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
“Pengembalian itu berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI” terang Pratama Yudhiarto salah satu anggota komisi D yang hadir.
Selain adanya data eror yang terjadi, nilai pengembalian dana kapitasi ini memang sedikit memantik keresahan bagi para Kepala Puskesmas di Sidoarjo.
Pratama anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, juga menyebut pengembalian dana kapitasi itu, karena adanya dugaan data yang tidak valid.
Hal ini seperti yang terjadi pada temuan di beberapa puskesmas di Sidoarjo.
“Para pimpinan pukesmas banyak yang mengeluhkan soal pengembalian dana kapitasi itu. Karena alasannya logis, pengembalian uang sebesar itu dari mana? Apalagi data-data penerima yang dianggap meninggal itu, kenyataannya masih hidup. Hampir setiap puskemas diminta mengembalikan dana kapitasi itu ke BPJS Kesehatan,” ujar Pratama.

Dalam Program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), kata Pratama yang juga politisi Paetai Gerindra ini, diberikan pemerintah pusat dari APBN.
Selanjutnya, setelah adanya audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan BPKP RI menemukan ada data penerima yang seharusnya tidak menerima dana PBI JK itu.
“Terdapat dua jenis penerimaan. Ada orang yang sudah meninggal tetap dicantumkan sebagai penerima dan ada pula data ganda penerima yang sama-sama tercatat sebagai penerima. Temuan itu, ternyata harus dikembalikan oleh beberapa puskesmas di Sidoarjo dengan nilai totalnya mencapai Rp 995 juta. Dan nyatanya sekarang ada temuan orangnya belum meninggal,” ungkap Pratama lagi
Dari hearing ini, disebutkan sebenarnya untuk tugas pengembalian kelebihan dana kapitasi memang tidak berat karena jumlahnya terbagi menyebar di seluruh Puskemas, apalagi kemungkinan akan terjadi tiap tahun.
Ini menurut Damroni, karena faktornya cukup banyak salah satunya data ganda dan kejahatan ciber.
Namun begitu, kedepan harus ada jaminan agar kelebihan ini semakin bisa diperkecil dengan adanya audit bulanan.
“Begitu juga di desa harus bisa memberikan data warganya yang meninggal. Karena Puskesmas tidak tahu by name by adrees, maka harus ada validasi,” ungkap Damroni.
Pada sesi tanya jawab, dari Dinas Sosial sendiri yang diwakili Kabid sosial Basori menerangkan, Dinsos dan Dispenduk Capil selama ini selalu update data penerima dana kesehatan itu.
Namun memang ke dalanya penerima BPJS banya keluarganya tidak lapor saat peserta meninggal.

Yang sudah dilakukan, mendata peserta yang meninggal tiap desa dengan surat kematian dari desa.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo, Munaqib menjabarkan besaran angka Rp 995 juta itu memang merupakan temuan BPK RI.
Karena ada perintah dari kantor pusat, maka pihaknya menagih ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Sidoarjo berdasarkan data dari BPK RI itu.
BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo tidak punya data tersendiri untuk itu.
“Kasus ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Misalnya, peserta penerima bantuan PBI JK yang sudah meninggal ternyata tidak dilaporkan. Dampaknya iuran masih dibayar BPJS Kesehatan. Misalnya sudah meninggal 5 bulan lalu, baru dilaporkan sekarang. BPJS Kesehatan masih membayarnya secara rutin. Maka, BPJS Kesehatan wajib mengembalikan. Karena ini atas temuan BPK RI, BPJS Kesehatan tidak mau harus mengembalikan dana kapitasi itu,” ungkapnya.
Untuk kasus di Sidoarjo, lanjut Munaqib pengembaliannya relatif hampir selesai. Baik di jajaran puskesmas maupun jajaran beberapa dokter praktik. Untuk puskesmas, sistemnya dicicil.
“Untuk pengembalian bulan Oktober dan bulan November sudah selesai. Tinggal pada bulan Desember . Jadi semua
sudah hampir selesai,” kata Munaqib.
Sementara Kepala Dinas Keseharan (Dinkes) Pemkab Sidoarjo, dr Lhaksmie Herawati Yuantina menegaskan karena pengembalian itu menjadi kewajiban, maka Dinkes dan puskesmas akan mengembalikan apa yang menjadi tanggung jawabnya saja.
Akan tetapi, karena masih harus ada validasi data, dirinya memohon waktu kepada BPJS Kesehatan.
“Kalau data sudah valid berapa yang harus dikembalikan, akan kami siapkan untuk dikembalikan. Beberapa pekan terakhir balal ada pertemuan lagi, kita sampaikan data validasinya agar datanya tidak simpang siur lagi,” pungkasnya.
Sementara itu, Bangun Winarso wakil ketua komisi D DPRD Sidoarjo memaparkan, dari informasi yang didapatkan, pengembalian itu sebenarnya juga mendapat sorotan dari asosiasi dinas kesehatan nasional.
Dari surat edaran nomor 750A/ADINKES/XII/2024, tertanggal 27 Desember 2024, Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES), menyoroti masalah serius terkait kebijakan pengembalian dana kapitasi Puskesmas oleh BPJS Kesehatan dan proses perjanjian kerja sama (PKS) baru.
“Puskesmas menghadapi kesulitan akibat kebijakan BPJS Kesehatan yang meminta pengembalian dana kapitasi. Dana kapitasi merupakan sumber utama operasional Puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan,” ujar Bangun.

Tuntutan pengembalian dana Kapitasi menciptakan ketidakpastian finansial, mengancam pelayanan kesehatan dan bahkan keberlangsungan Puskesmas itu sendiri.
Situasi ini diperburuk oleh tenggat waktu penyusunan PKS baru, yang memaksa Puskesmas bernegosiasi dalam posisi kurang menguntungkan.
Sehingga pada rapat koordinasi ADINKES (Asosiasi Dinas Kesehatan) dengan DJSN (Dewan Jaminan Kesehatan Nasional) 11 November 2024 dan BPJS Kesehatan 25 November 2024 lalu, mengungkapkan potensi masalah hukum dalam kebijakan ini.
“ADINKES menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan keadilan, sehingga perlu ditinjau ulang. Kekhawatiran ini didasari potensi kerugian finansial besar bagi Puskesmas dan dampaknya terhadap akses masyarakat pada pelayanan kesehatan,” tutur Bangun lagi.
Dari pertemuan itu, Bangun menyebutkan Adinkes memberikan beberapa rekomendasi penting diantarnya setiap kesepakatan pengembalian dana harus ditinjau ulang.
Puskesmas disarankan untuk tidak menandatangani kesepakatan baru sebelum ada kepastian hukum dan keadilan.
Kedua, konsultasi dengan ahli hukum sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan.
Ketiga, perlu antisipasi agar masalah serupa tidak terulang. BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan harus segera mencari solusi untuk mencegah ketidakpastian finansial berkelanjutan bagi Puskesmas.
“Selanjutnya, asosiasi menekankan perlunya perjanjian kerja sama yang adil dan transparan antara BPJS Kesehatan dan Puskesmas. Pasal-pasal yang merugikan Puskesmas dan menimbulkan ketidakpastian keuangan harus dihapus,” tukas Bangun.
Memang jika dilihat lebih jauh, kebijakan pengembalian dana kapitasi menimbulkan masalah serius yang dapat mengganggu JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
Keberhasilan JKN bergantung pada keberlangsungan Puskesmas, yang membutuhkan kepastian finansial dan perjanjian kerja sama yang adil.
“Oleh karena itu, solusi komprehensif dan segera sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini dan memastikan keberlanjutan program JKN demi terjaminnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas'” ungkap Bangun Winarso. (ADV/Abidin)
Average Rating