Kerap Diabaikan, Penyandang Disabilitas Kini Diperhatikan Dewan Melalui Raperda Inisiatif
SIDOARJO (liputansidoarjo.com)- Raperda Inisiatif Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang diinisiasi parlemen, membuka mata bagaimana selama ini Pemkab Sidoarjo kurang perhatian terhadap mereka.
Setidaknya ini tergambar dari curahan hati para penyandang disabilitas, yang mengikuti hearing pembahasan Raperda diatas, yang digelar oleh Pansus DPRD Sidoarjo, Selasa (27/2/2024).
Saat didampingi guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di Sidoarjo, para penyandang disabilitas ini mencurahkan unek-uneknya mulai masalah penghormatan, penyediaan sarana-prasarana, kesempatan berkontribusi dalam pembangunan, hingga tingkat kesejahteraan.
Mereka berharap, dari anggota dewanlah nasib mereka benar-benar bisa diperbaiki.
Seperti kata Prini, salah satu penyandang tuna rungu, yang menceritakan pengalamannya saat berada di rumah sakit.
Petugas RS tidak memperhatikan bahkan abai terjadap pasien difabel.
Memang, secara fisik mereka seperti orang normal, namun saat berbicara pasti ada perbedaan.
Padahal, mereka perlu informasi yang jelas tentang pelayanan rumah sakit, namun petugasnya tidak tanggap.
”Kami kesal. Petugas rumah sakit tidak paham bahwa kami tuna rungu. Tidak ada perhatian. Kami ingin supaya tersedia tulisan sehingga bisa dilihat disitu,” ungkap Prini yang disampaikan seorang penerjemah bahasa isyarat di ruang paripurna DPRD Sidoarjo.
Ketua Pansus Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Aditya Nindyatman mendengarkan curhatan para difabel itu dengan baik.
Aditya didamping oleh Wakil Ketua Pansus H Agil Effendi dan anggota pansus H Dhamroni Chudlori.
Selain itu juga waktu urus SIM yang seharusnya jika difabel dapat SIM D, ini malah diberi SIM C seperti orang umum.
Padahal kalau difabel jika naik motor,.mesti ada tambahan roda.
Aspirasi lain disampaikan oleh Ketua MKKS Pendidikan Khusus Layanan Khusus Sidoarjo Lestari Hariati.
Dia prihatin, di Kabupaten Sidoarjo, ada 31 sekolah luar biasa (SLB). Guru-guru pendidiknya selama ini hanya mengandalkan penghasilan dari Yayasan.
Nilainya tidak besar. ”Insentif untuk guru SLB ini belum ada,” ungkap Lestari.
Mendengar hal ini, Aditya, Agiel Effendi, dan Dhamroni Chudlori menyatakan akan berusaha memperjuangkan harapan para guru sekolah luar biasa itu.
Insentif diupayakan berasal dari APBD Kabupaten Sidoarjo. Sebab, yang mereka didik juga warga Sidoarjo.
”Syaratnya adalah tetap berada dalam koridor regulasi. Entah berbentuk hibah atau yang lain,” ungkap Dhamroni. (Abidin)
Average Rating