Pimpinan Dewan Dukung Penuntasan Persoalan Pagar Pembatas Perumahan Mutiara Regency Dan Mutiara City
ADVETORIAL (liputansidorjo.com)-
Persoalan tembok pembatas antara perumahan Mutiara City dan Mutiara Regency di Desa Banjarbendo, Kecamatan Sidoarjo, hingga hari ini terus bergulir tanpa keputusan.

Sebagai lembaga wakil rakyat, tentu saja persoalan yang bisa memicu konflik horisontal antar warga ijin, menjadi perhatian serius DPRD Sidoarjo untuk segera dicarikan solusi, salah satunya dengan menggelar rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu.
“Persoalan tembok pembatas ini harus segera ada solusi agar tidak berlarut-larut. DPRD Sidoarjo sendiri sudah menggelar dengar pendapat dengan para ahli, untuk mencari pemecahannya,” ujar H.Abdillah Nasih ketua DPRD Sidoarjo.

Masih menurut Nasih, Dalam rapat tersebut, seluruh pimpinan DPRD, Komisi A, dan Komisi C turut hadir bersama dua orang ahli dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, masing-masing ahli hukum dan ahli tata ruang.
Kedua akademisi ini dimintai pandangan profesional untuk memperjelas status hukum serta aspek tata ruang terkait keberadaan pagar pembatas antara dua kompleks perumahan tersebut.
Selama lebih dari dua jam, para ahli dicecar beragam pertanyaan oleh pimpinan dan anggota DPRD Sidoarjo.
Hasil rapat internal tersebut kemudian menghasilkan sejumlah kesimpulan penting.
Salah satunya, DPRD Kabupaten Sidoarjo merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo agar tidak membuka akses jalan penghubung antara perumahan Mutiara City dengan Mutiara Regency.
“Hasil kesepakatan teman-teman DPRD (Sidoarjo, red) adalah untuk tidak membuka akses jalan penghubung antara perumahan Mutiara City dengan perumahan Mutiara Regency,” tegas Ketua DPRD Sidoarjo, H. Abdillah Nasih, usai rapat konsultasi bersama tim ahli.
Menurut Abdillah Nasih, langkah berikutnya yang akan ditempuh DPRD adalah terus melakukan mediasi antara pihak pengembang Mutiara City dan warga Mutiara Regency yang menolak pembongkaran tembok pembatas.
Mediasi ini diharapkan dapat menghadirkan solusi yang adil tanpa menimbulkan konflik baru di lapangan.
Selain itu, DPRD juga meminta Pemkab Sidoarjo segera menyusun kajian terbaru Analisa Dampak Lalu Lintas (Andalalin) serta mempercepat penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sidoarjo.
“Ternyata di Sidoarjo Kota itu belum ada RDTR-nya. Sehingga kami belum mengetahui apakah itu kawasan hunian, kawasan industri, kawasan jalan dan sebagainya,” ujar politisi yang akrab disapa Cak Nasih itu.
Ia juga menyoroti tingginya beban lalu lintas di kawasan Jalan Raya Jati akibat banyaknya perumahan besar di sekitarnya. Untuk itu, Pemkab Sidoarjo diminta menyiapkan opsi konkret agar lalu lintas di kawasan tersebut tidak semakin padat.
“Kedepan, Pemkab Sidoarjo harus mulai membuat opsi-opsi atau terobosan-terobosan baru. Seperti pelebaran jalan Jati atau membuat jalan alternatif lain, sehingga (warga, red) perumahan-perumahan disitu bisa leluasa untuk lewat,” tandasnya.
Meski begitu, DPRD tetap menghormati setiap langkah hukum yang mungkin akan ditempuh warga Mutiara City maupun Mutiara Regency, terutama apabila ditemukan indikasi wanprestasi oleh pihak pengembang.
“Mungkin ada wanprestasi, karena warga di perumahan Mutiara City dijanjikan terkonekting. Sementara di perumahan Mutiara Regency akses jalannya one gate system, kami persilahkan kalau nanti ada persoalan hukum,” ujar Cak Nasih.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, H. Kayan, turut menyoroti permasalahan tata ruang di kawasan tersebut.

Ia menilai, amburadulnya RDTR Kecamatan Sidoarjo membuat pengelolaan kawasan menjadi tidak sinkron, termasuk penggunaan Tanah Kas Desa (TKD) Banjarbendo yang disewa sebagai akses jalan oleh pengembang Mutiara City.
Menurutnya, status TKD tersebut masih berwarna hijau atau berfungsi sebagai lahan pertanian, sehingga jika hendak dialihfungsikan menjadi jalan, maka status tanahnya harus diubah terlebih dahulu.
“Akses jalan penghubung antara cluster sisi selatan dan sisi utara perumahan Mutiara City itu, dibangun di atas TKD yang statusnya masih hijau,” ungkap politisi Partai Gerindra itu.
Kayan juga menambahkan, dalam dokumen Andalalin dan site plan perumahan Mutiara City tidak terdapat akses jalan yang menghubungkan langsung dengan kawasan Mutiara Regency.
”Dalam dokumen Andalalin dan site plan SKRK (Surat Keterangan Rencana Kota, red) perumahan Mutiara City, tidak ada akses jalan penghubung ke perumahan Mutiara Regency,” tambahnya.
Di sisi lain, kehadiran dua ahli dari Unair memberikan sudut pandang baru dalam penyelesaian persoalan ini. Salah satu ahli, Dr. M. Syaiful Aris, S.H., M.H., dari Fakultas Hukum Unair Surabaya, mengungkapkan bahwa berdasarkan dokumen dan data yang telah diverifikasi, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) di kedua perumahan tersebut sudah diserahkan ke Pemkab Sidoarjo.
“Perumahan Mutiara Regency menyerahkan PSU pada tahun 2017, sedangkan Mutiara City menyerahkan pada tahun 2025. Dengan demikian, jalan yang menghubungkan keduanya sudah menjadi aset publik yang dikuasai oleh negara,” jelasnya.
Syaiful menegaskan bahwa jika suatu jalan telah berstatus jalan umum, maka tidak boleh ada pihak individu atau badan hukum yang menguasainya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, tindakan yang menghalangi fungsi jalan umum merupakan pelanggaran hukum.
“Kalau sudah jadi jalan umum, penguasaannya dilakukan oleh negara, bukan individu atau badan hukum. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, setiap orang dilarang melakukan tindakan yang mengganggu fungsi jalan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa pemasangan tembok pembatas atau penutupan jalan umum tanpa izin resmi termasuk pelanggaran terhadap Perda Sidoarjo Nomor 10 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum.
“Yang menutup jalan fasum berarti melanggar perda. Pemerintah daerah punya kewenangan untuk menindak pelanggaran itu,” tegas Syaiful.
Atas dasar itu, ia menyarankan Pemkab Sidoarjo mengambil langkah tegas namun tetap persuasif dengan mendahulukan dialog dan kesepakatan bersama pihak terkait. Jika upaya mediasi tidak berhasil, maka pemerintah daerah dapat menjalankan penegakan perda sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Menutup rapat tersebut, Ketua DPRD Sidoarjo, Abdillah Nasih, kembali menegaskan bahwa DPRD tidak berpihak kepada salah satu pihak, baik pengembang maupun warga, melainkan menginginkan penyelesaian komprehensif yang berpihak pada kepentingan publik.
“Intinya, kami ingin persoalan ini selesai dengan baik dan menjadi momentum perbaikan tata ruang di Sidoarjo,” pungkas legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa itu. (Lisa)
Polemik pagar pembatas di Perumahan Mutiara Regency, Kecamatan Sidoarjo Kota, sebelumnya juga disidak langsung Komisi A dan Komisi C DPRD Kabupaten Sidoarjo.
Mereka turun langsung ke lokasi untuk meninjau kondisi di lapangan sekaligus mendengarkan aspirasi warga.
Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, Choirul Hidayat, mengatakan bahwa persoalan tersebut tidak bisa dianggap sepele, terlebih masalahnya sudah sampai ke pemerintah pusat.

Direktorat Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PUPR bahkan telah meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo untuk membuka pagar tersebut demi kepentingan umum.
“Namun pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara serta-merta karena ada penolakan dari warga Mutiara Regency,” ujar Hidayat seusai sidak.
“Kami datang ke lokasi untuk melihat langsung kondisi lapangan dan mendengarkan suara masyarakat dari kedua belah pihak,”imbuhnya.
Menurut Hidayat, pagar pembatas itu memisahkan antara Perumahan Mutiara Regency dan Perumahan Mutiara City. Meski memiliki nama serupa, keduanya dibangun oleh pengembang yang berbeda.
“Aneh juga, sampai-sampai persoalan setingkat jalan lingkungan bisa berujung surat dari kementerian,” ujarnya dengan nada heran.
Pihaknya berencana segera mempertemukan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari dua pengembang, perwakilan warga, pemerintah desa, hingga dinas terkait.
“Tujuannya agar semua kepentingan bisa diakomodasi dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” tambahnya.
Senada, Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo Rizza Ali Faizin menegaskan bahwa persoalan tersebut perlu dikaji secara komprehensif.
“Kami akan mempelajari dokumen-dokumennya terlebih dahulu, baru kemudian mengambil langkah tindak lanjut,” ujarnya.
Rizza menambahkan, hasil pertemuan antara pihak-pihak terkait nantinya akan disampaikan ke kementerian sebagai bahan pembanding.
“Harapannya keputusan yang diambil nanti lebih bijak dan menguntungkan semua pihak, baik masyarakat, pengembang, maupun pemerintah. Pembangunan harus tetap jalan tanpa mengorbankan kepentingan warga,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Warih Andono dalam pernyataan terpisah menilai, Pemkab Sidoarjo perlu mengambil kebijakan yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
“Masalah ini harus diselesaikan secara baik dan sesuai prosedur agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan,” tandasnya.
Yang menjadi pembahasan paling penting saat ini, adalah Penolakan warga perumahan Mutiara Regency.
Bahkan penolakan tersebut disampaikan langsung kepada Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, Warih Andono yang hadir dalam pertemuan dengan warga perumahan Mutiara Regency di aula pertemuan.
Warih Andono menegaskan DPRD Sidoarjo hadir untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Mutiara Regency dan menjembatani komunikasi dengan pihak terkait.
Karena sebelumnya ada hearing terkait polemik pembukaan batas komplek menjadi jalan.
“Ini dinamika yang wajar dalam perkembangan kawasan. DPRD hadir untuk menjembatani. Namun, keputusan tetap berada di tangan Pemkab Sidoarjo karena jalan ini sudah menjadi kewenangan mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, seluruh masukan dari warga akan disampaikan kepada Pemkab Sidoarjo agar proses penyelesaian berjalan sesuai aturan. “Kami pastikan aspirasi warga tidak berhenti di sini,” imbuhnya.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Banjarbendo, Sugeng Bahagia, menegaskan bahwa persoalan akses jalan ini bukan kewenangan pemerintah desa. Dia menegaskan bakal bersikap netral dan menampung semua aspirasi masyarakat.
“Kami hanya mendampingi warga. Keputusan bukan di desa. Harapan saya, persoalan ini jangan dipelintir jadi isu yang bisa memecah belah,” tegasnya.
Warga Mutiara Regency Kompak Menolak
Warga RW 16 Mutiara Regency menyatakan menolak pembukaan akses jalan tersebut. Menurut mereka, jalur itu sejak awal merupakan batas kompleks, bukan jalan untuk umum.
Choirul Chodirin (73), salah satu tokoh masyarakat yang rumahnya berbatasan dengan pagar pembatas, menuturkan bahwa keberadaan pagar tersebut sudah ada sejak lama. Sekitar tahun 2004 lalu sudah menjadi batas komplek.
“Sejak dulu pagar itu memang batas kompleks. Kalau disebut baru ditutup, itu keliru,” jelasnya.
Choirul juga menekankan pentingnya dasar hukum dalam polemik ini, termasuk dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin) saat perumahan dibangun. “Ini negara hukum, jangan main-main. Semua harus sesuai konstitusi,” tegasnya.
Hal ini menjadi salah satu alasan warga menolak pembukaan akses yang dinilai berpotensi menimbulkan masalah keamanan dan ketertiban.
Meski PSU Mutiara Regency sudah diserahkan kepada Pemkab Sidoarjo pada sekitar 2017 lalu untuk perawatan tetap atas sumbangsih warga. Kolam renang, jalan rusak fasilitas lainnya yang memperbaiki adalah warga. ADV/Abidin

Average Rating