Lakukan Penataan Lahan Pangan, Pansus mulai Lakukan Pembahasan Raperda LP2B

Read Time:4 Minute, 43 Second

SIDOARJO (liputansidoarjo.com)- Saah satu rancangan peraturan daerah (raperda) yang akan dibentuk tahun ini adalah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Pembentukan Perda ini, disebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri atau perumahan terjadi hampir di semua wilayah di Sidoarjo.

Padahal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sangat penting untuk menyokong kedaulatan pangan. Baik untuk memenuhi kebutuhan di wilayah sendiri maupun dijual.

Sebagai langkah awal, dibentuk Pansus yang beranggotakan 15 orang yang kemudian menunjuk Adhy Samsetyo dari F-PAN sebagai Ketua Pansus dan Deny Haryanto dari F-PKS sebagai Wakil Ketua.

Adapun anggota pansus yang lain merupakan perwakilan dari sejumlah fraksi diantaranya yaitu Ahmad Muzayyin, Mamik Idayana, Tarkit Erdianto, Thoriqul Huda dan Nur Hendriyati Ningsih.

Dalam pelaksanaannya, Pansus XVI diberikan masa tugas maksimal paling lambat pada 15 Februari 2024 mendatang.

Arif Bachtiar

Arief Bachtiar anggota komisi B yang juga juru bicara Pansus sebagai pengusul Raperda inisiarif ini mengatakan, adanya alih fungsi lahan pertanian bisa menyebabkan penurunan produksi.

Menurut dia, penurunan produksi yang diakibatkan alih fungsi lahan bersifat permanen dan sulit diperbaiki.

Sehingga berkurangnya luasan lahan dapat menganggu stabilitas ketahanan pangan.

”Mengingat dampak yg ditimbulkan, perlu upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian,” katanya.

Hal itu juga menurut Arif, perlu didukung undang-undang yang menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup.

Sehingga mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian secara tidak terkendali.

Serta menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia.

Politisi Golkar ini menyebutkan, pembentukan perda tentang LP2B akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat.

Seperti pemilik lahan yang tidak bisa memanfaatkan lahan hak miliknya secara leluasa di luar ketentuan.

”Secara hukum, pemilik lahan harus mengalokasikan lahannya sebagai LP2B,” ujarnya.

Selain itu, tanah hak milik tidak dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memperoleh nilai ekonomi yang setinggi-tingginya.

Bahkan bisa timbul komplain atau tuntutan kepada pemerintah atas dibatasinya hak-hak atas tanah hak milik masyarakat.

”Hal ini merupakan konsekuensi logis dari hilangnya hak masyarakat dari mengelola lahan miliknya sendiri,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan, Kabupaten Sidoarjo sebenarnya telah menetapkan struktur dan pola ruang wilayahnya yang dituangkan dalam Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Kendati demikian, dalam Perda tersebut belum diatur secara eksplisit tentang lahan pertanian berkelanjutan.

Dengan adanya penyusunan Raperda itu, diharapkan dapat membawa implikasi terhadap peningkatan kehidupan masyarakat, terlebih dapat ikut meningkatkan keuangan daerah.

Bersaman dengan itu, ia berharap Pemkab seyogyanya dapat menyiapkan program-program inovatif dan kreatif di bidang pertanian tanaman pangan dari hulu hingga hilir.

Sehingga dapat turut mendorong masyarakat untuk terjun dan menggeluti pekerjaan di bidang pertanian tanaman pangan.

Saat ini, Pansus LP2B pun sudah mulai melakukan pembahasan dengan tim ahli ITS untuk pemetaan lahan.
Namun begitu,

Ketua Pansus LP2B H.Adhi Syamsetyo mengaku Pansus saat ini memang masih mekakukan awal kajian dengan tim ahli.

Adhi Syamsetyo

Hal ini juga masih menunggu jawaban dari Bupati Sidoarjo atas pandangan fraksi-fraksi yang sudah dibacakan dalam perupurna sebelumnya.

“Kita akan semakin intensif dalam pembahasan setelah jawaban dari bupati,” ujar Adhi.

Kenapa menunggu jawaban dari bupati?

Pasalnya menurut Adhi, pada Raperda LP2B BAB IV tentang
PENETAPAN
Pasal 11
disebutkan Rincian luasan LP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.

Sedangkan Proses dan tahapan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. sosialisasi kepada petani dan pemilik lahan;
b. invetarisasi petani yang bersedia lahannya ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
c. kesepakatan dan persetujuan dengan pemilik lahan yang dilakukan
dengan penandatanganan perjanjian;

Ada catatan menarik dari pembentukan Raperda LP2B ini, yang sesuai dengan UU No 41 tahun 2009 tentang LP2B.

Dalam bab XII ketentuan peralihan pasal 75 ayat (1) disebutkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disesuaikan paling lama dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Sedangkan ayat 2 menyebutkan Pada saat Undang-Undang ini berlaku, sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sudah ditetapkan, penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 dilakukan oleh bupati/walikota sampai diadakan perubahan atas Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Menurut Adhi Syamsetyo, Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat.

Antara lain Masyarakat pemilik lahan tidak dapat memanfaatkan lahan hak miliknya secara
leluasa, diluar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Paripurna penetapan Pansus LP2B

Secara hukum pemilik lahan harus
mengalokasikan lahannya sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan,
walaupun ada kegiatan atau fungsi lain yang lebih produktif ataupun menjanjikan
dibanding dengan lahan pertanian.

Tanah hak miliknya tidak dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memperoleh nilai ekonomi yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain terjadi pengekangan
kebebasan berusaha yang sekaligus mengurangi peningkatan pendapatan
masyarakat.

Timbul komplain atau tuntutan kepada pemerintah atas dibatasinya hak-hak atas tanah hak milik masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari hilangnya hak masyarakat untuk mengelola lahan miliknya sendiri.

Masih menurut Adhi, dalam draf Raperda LP2B Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan menjamin konservasi tanah dan air.
Disebutkan juga setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai LP2B wajib:
a. memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan
b. mencegah kerusakan Irigasi.
(3) Peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain:
a. menanam tanaman pertanian pangan semusim pada lahan beririgasi
dan lahan tadah hujan;
b. membudidayakan perikanan darat pada lahan lahan kering;
c. membudidayakan peternakan pada lahan kering;
d. membudidayakan tanaman perkebunan pada lahan kering; dan/atau
e. membudidayakan tanaman pangan semusim pada wilayah dengan
topografi yang memungkinkan.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan akan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga
sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai dasar penyelenggaraan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Sidoarjo oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. (adv/abidin)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *