 
        			
		Pengunaan BTT Milyaran Rupiah Berpotensi Langgar Aturan, Dewan Diminta Lakukan Audit
SIDOARJO (lipitabsidoarjo.com)- Kebijakan Bupati Sidoarjo dalam mencairkan Belanja Tidak Terduga (BTT) tahun anggaran 2024 senilai Rp 26,56 miliar, dinilai tidak memenuhi unsur kedaruratan, dan berpotensi melanggar Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dari hasil Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) 2024, terungkap bahwa penggunaan BTT dialokasikan untuk pengembalian dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dengan total nilai Rp 1,3 miliar lebih.
Dalam ketentuan Pasal 69 Permendagri 77/2020, BTT hanya boleh digunakan untuk keadaan darurat, bencana alam, atau kejadian tak terduga yang membahayakan keselamatan jiwa dan harta benda.

Pengembalian dana transfer antar lembaga tidak termasuk kategori tersebut, dan mestinya dianggarkan dalam pos belanja administrasi keuangan rutin.
“Pengembalian dana BOP dan BKK itu bukan darurat, tapi tanggung jawab administratif. Jadi memasukkannya ke BTT jelas menyalahi prinsip akuntabilitas,” ucap Direktur Lembaga Kajian Anggaran Publik (LKAP) Jatim, Rendra Wahyu, Jumat (31/10/2025) seperti dilansir BJcom.
Selain itu, alokasi BTT untuk pembangunan posko tanggap darurat senilai Rp7,36 miliar dan penanganan banjir Rp 5,98 miliar juga menuai kritik.
Berdasarkan dokumen keuangan, sebagian besar dana itu digunakan untuk pengadaan alat, logistik, dan perawatan fasilitas umum, bukan untuk respon tanggap darurat langsung.
“Kalau tidak ada status darurat resmi dari Bupati atau BPBD, maka dana Rp13 miliar lebih itu tidak bisa dibebankan ke BTT. Kegiatan operasional semacam itu mestinya masuk anggaran rutin Dinas PUPR atau BPBD,” ungkap Rendra.
Pemerhati tata kelola publik dari Forum Transparansi Anggaran (Forta), Nur Aisyah, menilai langkah tersebut sebagai penyalahgunaan diskresi kepala daerah.
“BTT bukan dompet serbaguna. Menggunakannya untuk pengembalian dana transfer dan kegiatan non-darurat adalah pelanggaran administratif yang fatal,” tegas Nur.
Ia menambahkan, lemahnya peran TAPD dan BPKAD menjadi faktor utama lolosnya pencairan yang keliru tersebut. 
“Jika TAPD dan BPKAD tidak memverifikasi kedaruratan, tanggung jawab bukan hanya teknis, tapi juga melekat pada kepala daerah sebagai pihak yang menyetujui pencairan,” tukasnya.
Rendra mendesak DPRD Sidoarjo melakukan audit tematik atas penggunaan BTT 2024. 
“Kalau benar dana Rp1,3 miliar untuk pengembalian BOP dan Rp13 miliar untuk kegiatan non-darurat itu dibebankan ke BTT, maka DPRD wajib menindaklanjuti,” papar Rendra.
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 mewajibkan setiap penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) disertai penetapan status darurat dan dokumen teknis pendukung. 
Pencairan dana tanpa dasar kedaruratan resmi berpotensi melanggar asas transparansi dan akuntabilitas fiskal, serta membuka ruang dugaan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengelolaan APBD. (Red/Abidin)

Average Rating